Rabu, 18 Mei 2011

Gerakan Islam Radikal di Indonesia

                Disini saya akan mencoba mengkaji fenomena kerusuhan akibat dari tindakan radikal kaum agama mayoritas kita. Jujur sebenarnya saya sendiri adalah muslim. Yang mungkin saja hanya Islam KTP saja, saya akui bahwa saya mengakui keberadaan Tuhan serta keberadaanNYA yang “MAHA” apapun, namun di sisi lain saya tak akan munafik bahwa banyak sekali tindakan dosa yang saya lakukan melenceng jauh dari kepercayaan saya terhadap Tuhan. Astaghfirullah Hal Adziim.

                Awalnya saya merasa tak pantas untuk mengkaji fenomena kerusuhan akibat dari tindakan radikal kaum muslim, karena dengan mengkajinya samalah artinya saya mengorek-ngorek kesalahan orang dan seakan-akan “sok suci” dengan menyalahkan keburukan orang tanpa tahu bahwa siapa tahu dosa yang kita lakukan ternyata lebih jauh besar daripada mereka yang kita anggap teroris yang “sangat berdosa”.

                Akan tetapi saya di sadarkan oleh beberapa kutipan yang saya dapatkan dari buku novel “Negeri 5 Menara” karya A. Fuadi.

                “Akhi, sekarang semakin banyak orang menjadi tak acuh terhadap kebobrokan yang terjadi di sekitar mereka. ............ penyimpangan harus di luruskan, itulah inti dari qulil haqqa walau kaana murran, katakanlah kebenaran walau itu pahit”.

                Akhirnya sayapun memberanikan diri untuk mengakji sedikit fenomena kebobrokan dan penyimpangan yang dilakukan mereka “yang merasa benar”, tentunya dari sudut sosiologis, terutama Sosiologi Agama yang saya dapatkan dari kuliah di kampus. (terima kasih Bapak Harun Al Rasyid atas ilmuya di kuliah).

                Langsung saja, sebenarnya apa sih yang mereka harapkan sehingga dengan teganya mereka melukai orang-orang “yang juga tak bersalah” untuk memuaskan hasratnya ?. saya sendiri sebenarnya bingung untuk menjawab pertanyaan seperti di atas. Bagaimana mungkin muslim – yang dalam ajaran Islam sangat mengutamakan kasih sayang – dengan teganya menggunakan cara tak manusiawi dalam berdakwah. Alih-alih mereka mengklaim kafir orang yang mereka jadikan sasaran sehingga mereka merasa halal untuk menghabisi mereka dengan cara membunuh. Kafir?? Sebenarnya siapa yang berhak mencap seseorang sebagai kafir? Apakah manusia seperti kita (yang punya banyak dosa) berhak? Apakah kita sudah merasa sangat suci dan dengan gampangnya mencap kafir orang sesuka kita?. Itulah gunanya introspeksi diri kawan.

                Apakah kita lupa bahwa Nabi Muhammad SAW telah bersabda bahwa mengkafirkan sahabat sesama muslim adalah dosa besar, bahkan mereka yang mencap kafir-lah yang sebenarnya telah menjadi kafir. Memang benar ramalan Nabi Muhammad SAW bahwasanya kelak umat Islam akan menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal. Semuanya serba terbalik.

                Cobalah renungkan kejadian bom Bali yang menewaskan ribuan orang. Dan bagi anda yang mempunyai anak bayi, atau adik yang masih bayi, tak berdaya, tak berdosa, cobalah anda bayangkan bagaimana anak atau adik anda tertawa, tiba-tiba saja bom meluluh lantakkan tubuh bayi itu. Dan hal itulah yang dilakukan mereka – pem bom – yang merasa benar dan telah melakukan jihad di jalan Allah. Cobalah anda searching di google siapa saja  dan ada berapa balita yang menjadi korban tewas bom Bali. Bayangkanlah adik anda atau anak anda yang masih bayi tersebut, tegakah anda? Benarkah yang dilakukan mereka ?. pernahkah mereka peduli dalam membedakan manakah yang pantas untuk dihabisi, apakah bayi yang suci tak berdosa pantas dijadikan korban ?.

                Mereka mungkin berfikir bahwa di Bali adalah tempatnya orang yang non muslim, tapi hal tersebut juga tak menutup kemungkinan kalau di Bali juga ada muslim. Pikiran jahat seperti apakah yang menggrogoti nilai kemanusiaan mereka sampai di bawah kritis seperti ini.

                Dalam kuliah yang saya dapatkan di Sosiologi Agama, bahwa di sini dibahas bagaimana Agama memberikan pengaruh yang kuat terhadap tatanan sosial masyarakat, baik dalam tingkat terkecil seperti interaksi, ideologi, pemikiran, tingkah laku, hingga bentuk kenegaraan. Seperti yang dilihat, fenomena kerusuhan dengan latar agama dan unsur SARA juga merupakan pengaruh dari agama itu sendiri. Awalnya saya tidak percaya dan bahkan menolak teori Max Weber yang mengatakan bahwa agama adalah candu masyarakat. Max Weber mengatakan demikian karena agama (protestan) pada masa hidupnya dijadikan alat untuk membuat kaum proletar (buruh) untuk bekerja keras meskipun dengan gaji yang sangat minim dengan alasan sabar, dan sikap sabar akan diganjar kebahagiaan di akhirat nantinya. Mungkin saja hal inilah yang terjadi di masa ini, bayangkan saja bagaimana mungkin seorang manusia kehilangan rasa kemanusiaannya kalau bukan karena sesuatu hal besar yang dapat merubah 180 derajat eksistensinya sebagai manusia yang manusiawi. Bisa saja agama Islam dijadikan alat bagi mereka yang mempunyai maksud tertentu untuk menghipnotis dan men-CANDU-i  anggotanya untuk melakukan apapun (meskipun kotor) dengan alasan fi sabilillah, syahid dan sebagainya dan dengan iming-iming kehidupan surga di akhirat kelak. Sungguh saya harus merenungkan kembali penolakan saya terhadap teori Max Weber. Bukannya tidak mempercayai agama layaknya Max Weber – saya percaya sekali bahkan sangat mengagumi kebesara agama Islam dengan segenap hati saya – namun yang saya sayangkan adalah bagaimana bisa seseorang dengan teganya menggunakan agama yang sifatnya suci untuk mendoktrin seseorang agar patuh dan rela melakukan hal kotor demi tercapainya  nafsu hitamnya sendiri. Sungguh hal yang sangat biadab menurut saya (maaf agak kasar).

                Maka dari sebab itulah, kita dituntut agar selalu berhati-hati. Banyak sekali orang yang mencari mangsa agar bisa masuk ke dalam anggota perkumpulan agama yang radikal ini. Bisa saja orang terdekat, keluarga, atau sahabat kita. Bukannya mengajari untuk selalu curiga, namun saya menghimbau agar anda tidak terlalu menaruh kapercayaan yang berlebihan kepada orang lain, maaf, bukannya sok mengajari, saya pun menyadari bahwa hal ini adalah hak anda untuk percaya kepada siapapun, namun saran saya agar kita selalu berdoa kepada sang “MAHA ESA” agar diajauhkan dari masalah, serta dari orang-orang yang sekiranya dapat menjerumuskan kita kepada lembah kenistaan, amin ya rabbal ‘alamiin.

                Kita tahu bahwa agama kita adalah agama yang unggul dari apapun, namun marilah kita syukuri keunggulan tersebut dengan selalu mohon ampun, dan dengan toleransi terhadap agama lain. Tidak perlu kita menunjukkan keunggulan agama kita secara berlebihan kepada agama lain karena memang agama kitalah yang unggul, cukup kita saja yang memaknai dengan segenap hati kita. Karena tak dapat kita pungkiri bahwa kita semua berbeda, beragam, dan majemuk, maka dari itulah kembangkanlah sikap toleransi, karena sesungguhnya perbedaan adalah keindahan yang sengaja Allah ciptakan di muka bumi untuk kita semua nikmati dan maknai. Laki-laki – perempuan, kaya – miskin, bagus – jelek, apapun perbedannya namun tetaplah lakukan yang terbaik bagi kita dan orang lain. :)
0 Komentar di Blogger
Silahkan Berkomentar Melalui Akun Facebook Anda
Silahkan Tinggalkan Komentar Anda

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan berkomentar dengan baik. Bagi komentator anonim harap memberikan nama/nickname sebelum isi komentar. Terima kasih :)