Siapa yang bisa menyangka bahwa manusia
bisa berlari dalam kotak kecil berukuran 14 inchi?, siapa yang bisa menyangka
kotak kecil ini dapat mencuri hampir setiap waktu anda?, siapa yang menyangka
kalau ketiadaannya dunia seakan hambar?.
Dahulu, televisi merupakan barang langka
bagi masyarakat. Televisi hanya dimiliki oleh mereka yang termasuk dalam
golongan ekonomi atas. Sehingga untuk dapat menikmati tontonan televisi para
warga harus berkumpul dalam satu tempat untuk berdesak-desakan menikmati acara
tayangan televisi yang dahulu masih hitam-putih. Namun seiring berkembangnya
zaman, televisi telah menjadi kebutuhan manusia di era modern. Tak akan
dibilang lengkap sebuah rumah jika didalamnya tidak ada televisi yang menjadi
tontonan rutin setiap hari.
Rupanya televisi bukan barang mewah
lagi. Saat ini televisi dapat kita jumpai mulai dari gubu-gubuk kecil warga
miskin hingga rumah seorang yang kaya sekalipun. Harganya-pun bak kancang
goreng, semakin murah si kacang goreng maka semakin pahit – cepat rusak.
Saat Indonesia masih menjadi bangsa
terjajah, kehadiran televisi sangatlah ditunggu, apalagi jika tayangan televisi
menampilkan sang proklamator berpidato, menghipnotis semangat nasionalisme
seluruh bangsa Indonesia, begitu hebatnya media ini hingga kemerdakaan-pun
tersiar berkat televisi – meskipun yang paling berjasa ialah radio.
Daya hipnotis televisi rupanya tetap
hidup hingga jaman serba mudah ini, hanya saja objek hipnotisnya yang berbeda.
Dahulu daya hipnotis televisi selalu mengena pada semangat juang, namun saat
ini daya hipnotis televisi selalu mengarah pada isi perut dan gaya hidup. Namun
tetap saja dari dulu hingga sekarang televisi masih eksis pada identitasnya
yaitu penghantar informasi – disamping yang benar ataupun yang salah.
Dari segi informasi, televisi banyak
sekali memberikan sumbangsih yang sangat besar. Jika tak ada televisi, kita tak
akan dapat mengetahui informasi cuaca, olah raga, ekonomi, politik, menu
makanan baru dan lain sebagainya. Jika tak ada televisi, kita tak akan dapat
terhibur oleh film-film dan sinetron yang nelangsa.
Jika tak ada televisi, kita tak akan dapat mengenal produk-produk terbaru. Dalam
kasus ini sepertinya tak akan ada hari jika tak menonton televisi.
Dari sekian banyaknya sisi positif
televisi, rupanya televisi juga memberikan dampak buruk bagi pemirsa yang
menontonnya. Baik dari sisi muatan informasinya hingga dampak psikologis yang
diterima oleh kita sebagai pemirsa setia televisi. Sadarkah kita apa yang
menjadi penyebab orang tua selalu memarahi anaknya yang setiap hari hanya
terduduk pasif di depan televisi. Sadarkah kita bahwa informasi berita yang
kita dengarkan tak selalu berdasarkan kebenaran. Sadarkah kita bahwa kita
terhiponotis oleh glamournya barang-barang baru yang sebenarnya tidak kita
butuhkan namun kita tetap saja membelinya. Sadarkah kita bahwa sebenarnya kita
telah dikendalikan oleh sekelompok orang yang hanya bertujuan memperoleh keuntungan
atas diri kita sendiri. Data memang tak ada, namun fakta telah anda rasakan.
Jika
dilihat dari tujuan penciptaan televisi, memang benda elektronik ini diciptakan
dengan maksud agar informasi dapat tersampaikan kepada masyarakat luas. Namun
rupanya dalam penggunaannya televisi telah melampaui batas esensi dari tujuan
televisi sendiri. Televisi dewasa ini telah berevolusi menjadi kepanjangan
tangan dari pihak-pihak yang bermaksud mengendalikan gerak masyarakat. Dengan
hanya menyuguhkan gambar-gambar serta lagu dan kata-kata yang indah, masyarakat
telah dapat digerakkan dan dimobilisir dengan mudahnya. Contoh kecilnya saat
era orde baru, saat itu televisi di seluruh channel mewajibkan untuk memutar
film dokumenter yang berisi pesan bahwa betapa berjasanya Presiden Soeharto
dalam membangun RI. Sehingga rakyat yang secara kontinyu diberikan pesan-pesan
repetitif (berulag-ulang) pada akhirnya mencintai Presiden Soeharto dan
menganggap beliau sebagai bapak pembangunan. Selang beberapa tahun kemudian,
terutama pada saat meletusnya reformasi, penialaian positif terhadap Presiden
Soeharto berubah drastis menjadi sebuah pembangkanngan, hal ini tidaklah lain
diakibatkan oleh media informasi televisi yang membeberkan sisi negatif
kepemimpinan beliau yang disinyalir penuh dengan praktik KKN. Disinilah sisi
berbahaya sebuah televisi, karena televisi dengan mudahnya menciptakan opini
publik yang kebanyakan tidak matang – meskipun ada beberapa opini yang matang.
Selain
efek samping tersebut diatas, televisi secara tidak kita sadari telah membuat
kita menjadi lebih pasif dalam keseharian. Bayangkan saja, setiap hari kita
hanya duduk pasrah dan pasif menikmati acara televisi. Tentunya hal ini akan
menghambat perkembangan kita – bayangkan saja bagaimana jadinya punggung kita
jika setiap hari kita duduk saja. Anda yang sangat menyukai film fiksi akan
terus menerus dijejal oleh bayangan dan impian-impian kosong. Bagi yang sangat
menyukai Superman akan terus-menerus beranda-andai dirinya menjadi Superman,
dan bagaimana akibatnya kepada diri kita jika setiap hari pekerjaan kita hanya
melamunkan hal-hal yang tidak nyata, tentunya hal tersebut akan membuat kita
tidak produktif. Bermimpin memang awal dari cita-cita, namun jika kita hanya
bermimpi kapankah kita dapat bangun dari mimpi ?.
Efek negatif lainnya ialah propaganda
kapitalis yang menyiarkan iklan-iklan produk yang menggiurkan sehingga
masyarakat terdorong untuk membeli barang-baranng yang sebenarnnya tidak mereka
butuhkan. Saat ini anda menginginkan sepeda motor baru dengan mesin yang
tangguh. Keesokan harinya muncul iklan sepeda motor yang menawarkan mesin yang
lebih baru lagi, akankah anda membeli semua produk itu ?. mungkin bagi kita
yang berekonomi pas-pasan tidak akan, bagaimana yang berlebih ?.
Selain
sisi informasinya, televisi juga berdampak buruk bagi moral masyarakat,
terutama bagi anak-anak. Seperti yang telah diketahui bahwa sangat sulit sekali
mencari acara televisi yang mendidik dan bermanfaat bagi moral. Kebanyak
tayangan televisi mewajibkan para artisnya memakai pakaian mini, padahal hal
tersebut sangat memberikan dampak negatif bagi perkembangan psikologi
masyarakat terutama anak-anak. Iklan-iklan sabun yang menampilkan sang artis
berendam di air tak jarang membuat banyaknya kasus asusila yang terjadi, baik
yang menimpa orang dewasa maupun anak-anak, karena hal tersebut sangat
mempegaruhi perilaku seksual seseorang. Sungguh kekuatan sebuah gambar dan
musikal dapat menjadikan kiblat kita dalam bertindak.
Jika
masih ragu dengan kekuatan televisi, bagaimana kita bisa menjelaskan fenomena
masyarakat yang rela begadang dan tidak masuk kerja demi menunggu tontonan
sepak bola yang hanya berdurasi 2 jam ?. bagaimana kita bisa menjelaskan betapa
dewasanya anak-anak kecil saat ini yang dengan mudahnya melantunkan lagu-lagu
romantis yang hanya orang dewasa saja yang mengerti?.
Maka
dari itulah, sebagai penikmat televisi adalah kewajiban kita untuk selalu
behati-hati dalam menangkap dan mencerna pesan-pesan yang secara laten menjerumuskan
kita. Adalah kewajiban kita untuk memfilter tayangan televisi dan bersedia
mematikan tayangan televisi yang tak
mendidik agar kita tidak terjerumus kedalam pesan-pesan negatif yang sengaja
atau tanpa sengaja dilancarkan oleh kelompok –kelompok kepentingan tertentu.
silahkan komentarnya..
BalasHapus